Kamis, 12 Januari 2012

BID’AH

Nabi saw memperbolehkan berbuat bid’ah hasanah.
Nabi saw memperbolehkan kita melakukan Bid’ah hasanah selama hal itu baik dan
tidak menentang syariah, sebagaimana sabda beliau saw : “Barangsiapa membuat
buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang
mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat
buat hal baru yang buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang
mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya” (Shahih Muslim hadits
no.1017, demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi
Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi). Hadits ini menjelaskan
makna Bid’ah hasanah dan Bid’ah dhalalah.

Perhatikan hadits beliau saw, bukankah beliau saw menganjurkan?, maksudnya bila
kalian mempunyai suatu pendapat atau gagasan baru yang membuat kebaikan atas
islam maka perbuatlah.., alangkah indahnya bimbingan Nabi saw yang tidak mencekik
ummat, beliau saw tahu bahwa ummatnya bukan hidup untuk 10 atau 100 tahun, tapi
ribuan tahun akan berlanjut dan akan muncul kemajuan zaman, modernisasi, kematian
ulama, merajalela kemaksiatan, maka tentunya pastilah diperlukan hal hal yang baru
demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam kemuliaan, demikianlah bentuk
kesempurnaan agama ini, yang tetap akan bisa dipakai hingga akhir zaman, inilah
makna ayat :
ALYAUMA AKMALTU LAKUM DIINUKUM…”, yang artinya “hari ini
Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, kusempurnakan pula kenikmatan
bagi kalian, dan kuridhoi islam sebagai agama kalian”,

Maksudnya semua ajaran telah sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi
memperbaiki agama ini, semua hal yang baru selama itu baik sudah masuk dalam
kategori syariah dan sudah direstui oleh Allah dan rasul Nya, alangkah sempurnanya
islam,
Bila yang dimaksud adalah tidak ada lagi penambahan, maka pendapat itu salah,
karena setelah ayat ini masih ada banyak ayat ayat lain turun, masalah hutang dll,
berkata para Mufassirin bahwa ayat ini bermakna Makkah Almukarramah sebelumnya
selalu masih dimasuki orang musyrik mengikuti hajinya orang muslim, mulai kejadian
turunnya ayat ini maka Musyrikin tidak lagi masuk masjidil haram, maka membuat
kebiasaan baru yang baik boleh boleh saja.
Namun tentunya bukan membuat agama baru atau syariat baru yang bertentangan
dengan syariah dan sunnah Rasul saw, atau menghalalkan apa apa yang sudah
diharamkan oleh Rasul saw atau sebaliknya, inilah makna hadits beliau saw :
“Barangsiapa yang membuat buat hal baru yang berupa keburukan...dst”, inilah yang
disebut Bid’ah Dhalalah.
 
 Beliau saw telah memahami itu semua, bahwa kelak zaman akan berkembang, maka
beliau saw memperbolehkannya (hal yang baru berupa kebaikan), menganjurkannya
dan menyemangati kita untuk memperbuatnya, agar ummat tidak tercekik dengan hal
yang ada dizaman kehidupan beliau saw saja, dan beliau saw telah pula mengingatkan
agar jangan membuat buat hal yang buruk (Bid’ah dhalalah).

Mengenai pendapat yang mengatakan bahwa hadits ini adalah khusus untuk sedekah
saja, maka tentu ini adalah pendapat mereka yang dangkal dalam pemahaman
syariah, karena hadits diatas jelas jelas tak menyebutkan pembatasan hanya untuk
sedekah saja, terbukti dengan perbuatan bid’ah hasanah oleh para Sahabat dan
Tabi’in.



Rabu, 11 Januari 2012

Beriman Kepada Allah SWT

Beriman Kepada Allah SWT

Adalah Allah Swt yang Maha Tinggi dan Maha Suci,
Adalah Esa tiada sekutu bagi-Nya, Tunggal tiada yang menyerupainya
Bersifat qodim tanpa awal, ajal tanpa permulaan
Hidup terus tanpa akhir abadi tanpa penghabisan
Yang memiliki sifat-sifat yang agung : yaitu :

 

1. Allah bersifat WUJUD artinya MAHA ADA

Benarkah Allah SWT itu ada ?
Allah SWT itu ada, terbukti dengan ada ciptaannya (MAKHLUK) karena makhluk tak mungkin mencipta sendiri, sebab asal semua mahluk tidak ada dan yang tidak ada tak mungkin bisa mencipta. Oleh karena itu pasti ada yang mencipta. Yaitu TUHAN.
Selanjutnya SIAPAKAH TUHAN ITU ?
Yang berhak, dan yang pantas disebut TUHAN hanyalah ALLAH SWT, karena yang lain yang dianggap sebagai TUHAN oleh mereka semuanya tidak memenuhi criteria sebagai TUHAN. Seperti contoh bahwa Tuhan itu harus MAHA GAGAH, KUASA, ESA, GHAIB, DZAHIR dll.
Dan yang memiliki semua itu hanyalah ALLAH SWT.

2. Allah bersifat QIDAM artinya TANPA PERMULAAN

Adanya Allah Swt tak berawal, dan tak berpermulaan, oleh Karena itu Allah tak membutuhkan kepada yang menciptakan atau melahirkan, karena hanya yang berpermulaan lah yang membutuhkan kepada yang mengadakan.

3. Allah bersifat BAQO artinya KEKAL

Allah Swt itu kekal, tak akan berpenghujung kehidupan ALLAH SWT, artinya Allah Swt tak akan meninggal dunia. Hidupnya Allah swt dapat menghidupkan yang lain, berbeda dengan hidupnya makhluk, tak seorangpun sanggup menghidupi yang lainnya.
ALLAH YANG AWAL , ALLAH YANG AKHIR
ALLAH YANG DZOHIR DAN YANG GHAIB

4. Allah bersifat Mukholapatu lilhawaditsi artinya BERBEDA

Allah swt berbeda dengan apa yang diciptakannya, Jika Allah swt sama dengan yang ada (makhluk) berarti Allah bukan Tuhan melainkan makhluk. Oleh karena itu sifat Ketuhanan Wajib MUKHOLAPATU LILHAWADITSI.

5. Allah bersifat Qiyamuhu binafsih artinya BERDIRI SENDIRI

Tak ada yang menciptakan kepada Allah swt, Tak beranak dan tak diperanakan. Hidupnya Allah terbebas dari ketergantungan atas segala sesuatu. Sebelum segala sesuatu ada, Allah sudah ada dan tak ada yang mengadakan (berdiri sendiri)

6. Allah bersifat Wahdaniyat artinya ESA

Tak ada sekutu bagi Allah Swt, tak ada yang menyerupai dan tak ada yang menyamai, apalagi melebihi-Nya.
Sistem Ketuhanan wajib ESA, jika Tuhan tidak ESA, maka ada beberapa kemungkinan yang terjadi.
Pertama, mungkin segala ciptaan tak akan berwujud, karena saling menghancurkan, akan tetapi kenyataannya tidak.
Kedua, mungkin tercipta sesuai dengan jumlah Tuhan, akan tetapi kenyataannya tidak.

Pernyataan Tuhan lebih dari satu menyalahi logika dan kodrat :
- Jika Tuhan yang satu lebih gagah dan mencipta…sedangkan Tuhan yang lain kalah dan tidak mencipta, maka Tuhan yang kalah tidak pantas disebut Tuhan…oleh karena itu Tuhan hanya SATU.
- Jika banyak Tuhan bekerjasama mencipta sesuatu, maka sesungguhnya Tuhan yang bekerjasama dalam mencipta tidak pantas disebut Tuhan, karena Tuhan tak akan pernah butuh bantuan. Oleh karena itu TUHAN hanya SATU.

7. Allah bersifat QUDROT artinya KUASA

Allah swt Maha Kuasa atas segala sesuatu :
Allah kuasa (mampu) melakukan hal-hal yang tidak mungkin menurut akal manusia.
Seperti :
Allah kuasa untuk mencipta yang sama dengan Allah itu sendiri (akan tetapi hal tersebut gtak akan terjadi, sebab ALLAH SWT berfirman tak ada yang menyamai-Nya.

Allah kuasa untuk menyatukan hak-hal yang kontradiksi (siang disatukan dengan malam, dll)

8. Allah bersifat Irodat artinya BERKEHENDAK

Dalam urusan membuat rencana (qodho) atau Taqdir, Allah Swt tidak mengalami paksaan dari pihak manapun, termasuk keadaan yang memaksanya.
Maha suci Allah dari Interfensi siapa saja.

9. Allah bersifat Ilmu artinya MAHA MENGETAHUI

Allah maha mengetahui. Ilmu Allah sangat luas dan tak ada satupun makhluk yang menyamai-Nya.
Bahkan Allah swt mengetahui hal yang lahir dan yang ghaib seluruhnya, termasuk mengetahui JALANNYA SEMUT HITAM diatas batu hitam DITENGAH MALAM YANG KELAM.

Allah Swt mengetahui : sebutir debu yang melayang di angkasa raya tanpa cahaya.
Allah mengetahui segala gerakan makhluk, termasuk gerakan hati makhluknya.
Tak ada yang terlepas dari pengetahuan Allah walaupun satu atau sekejap saja.

10. Allah bersifat Hayat artinya HIDUP

Jika Allah tak hidup, maka tak akan ada yang menghidupi makhluknya.
Akan tetapi hidupnya Allah swt berbeda dengan makhluknya, bukan dengan nyawa dll.

11. Allah bersifat Sama artinya MENDENGAR

Tak ada satu suara pun yang keluar dari pendengaran Allah swt, termasuk suara hati makhluk, akan tetapi Allah Swt mendengar tanpa telinga seperti menampar tanpa tangan dan melihat tanpa mata, seperti manusia.

12. Allah bersifat Bashor artinya MELIHAT

Juga Allah maha melihat, tak ada satu gerakanpun, tak ada satu makhlukpun yang terhindar dari penglihatan Allah Swt, Allah melihat bukan dengan mata seperti manusia, akan tetapi dengan cara yang berbeda yang kita belum diberitahukan oleh Allah swt.

13. Allah bersifat Kalam artinya MAHA BERBICARA

Maha berfirman bagi Allah swt. Seperti Firman Allah secara langsung kepada nabi Musa as. Akan tetapi Allah berkata tanpa suara berbicara tanpa kata-kata, akan tetapi sangat memahami bagi pendengar-Nya. Tak tentu arah dari mana asal suara tersebut dan kemana berlalunya arah suara tersebut.




apa itu islam ?


apa itu islam  ?
Agama Islam adalah agama yang diajarkan langsung oleh Sang Maha Pencipta Allah swt yang diwahyukan melalui pembawa risalahnya Rasulullah Muhammad saw dengan bersendikan Iman, Islam dan Ihsan, yang mempunyai nilai keluhuran yang tinggi dibanding dengan agama-agama lain yang diciptakan oleh Manusia. Agama yang diturunkan berdasarkan wahyu Allah disebut agama samawi/agama langit yaitu: Yahudi, Nasrani dan Islam. Islam adalah sebagai agama penutup dan sekaligus sebagai penyempurna dari agama-agama sebelumnya Yahudi dan Nasrani.  Islam adalah agama yang telah disempurnakan oleh Allah, dan diakui sebagai satu-satunya agama yang harus dianut oleh seluruh Manusia yang berada di muka bumi ini. Hal ini dijelaskan dalam Al-qur’an:
“pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan ni’mat-Ku, dan telah Kuridhoi Islam itu jadi agamamu” (QS. Al-Maida :3)
“Sesungguhnya agama yang diakui di sisi Allah adalah Islam” (QS. Ali Imran: 19)
“Dan barang siapa yang mencari selain Islam sebagai agama anutannya, maka tidaklan diterima oleh Allah daripadanya dan di akhirat ia termasuk golongan orang-orang yang merugi” (QS. Ali Imran: 85)
Agama Islam adalah agama yang mengatur, membimbing, mengajarakan berbagai ilmu dan membangun manusia seutuhnya, menjadi insan kamil menuju “mardhotilaah” (yang diridhoi Allah)  agar hidup menjadi sejahtera lahir dan bathin serta bahagia baik di dunia maupun diakhirat kelak.
Pemeluk agama Islam harus dapat mengamalkan ajaran agama dengan baik dan benar, maka hendaknya mempelajari Islam secara “Kaffah” (menyeluruh) tidak memilih menjalankan ajaran yang ringan-ringan dan meninggalkan ajaran yang dianggap berat, karena sesungguhnya seluruh ajaran islam adalah ringan bagi orang yang memahami hakekat ajarannya  serta mengharap dapat “bertemu” dengan Allah.
Cara memahami agama Islam telah diterangkan dalam sebuah hadits Rasul seperti berikut:
“Umar bin Khatab ra berkata: “pada suatu hari ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, rambutnya sangat hitam, tidak kentara padanya bekas perjalanan dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Duduklah dia dekat Nabi,  lalu disandarkannya kedua lutunya kepada kedua lutut Nabi, dan diletakkan kedua telapak tangannya diatas pahanya, lalu berkata: “Ya Muhammad, kabarkanlah kepadaku apakah Islam itu?” Rasulullah SAW menjawab : Islam yaitu:
  1. Mengakui bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah.
  2. Mendirikan Shalat
  3. Mengeluarkan Zakat
  4. Berpuasa di bulan Ramadhan
  5. Mengerjakan Haji ke bantullah jika mampu baginya melakukan perjalanan.”
“Benar Engkau” kata orang itu, maka kami tercengang memperhatikan orang itu karena dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian laki-lali itu bertanya lagi “Kabarkan kepada ku apakah iman itu?”  Rasulullah menjawab “iman itu percaya kepada: 1) Allah, 2) Malaikant,  3) Kitab-kitab, 4) Rasul-rasul, 5) Hari kemudian  dan 6) kepada taqdir baik dan buruknya dari Allah SWT.” “Benar” kata orang itu, maka laki-laki itu berkata lagi “Kabarkan kepada ku apakah ihsan itu?”  Rasulullah menjawab “Ihsan yaitu menyembah kepada Allah, seolah-olah engkau melihat Allah, dan jika kamu tidak dapat melihat Allah maka Allah tetap melihat kamu”. Kemudian dia bertanya lagi “Bilakah hari kiamat itu?” jawab nabi: “Orang yang ditanyak tidak lebih baik dari pada yang bertanya”.  “kalau begitu terangkan tanda-tanda kiamat”  jawab Nabi : “Jika hamba sahaya telah melahirkan majikannya, dan orang-orang fakir-miskin tidak bersepatu, tidak berpakaian, hidupnya hanya mengembala kambing, mereka berlomba-lomba untuk membangun gedung-gedung besar”. Kemudian laki-laki itu pergi. Sayapun termenung sejenak, lalau Nabi bertanya “Ya Umar tahukah kamu siapa yang bertanya itu?” jawab Umar : Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Sabda Nabi: Itulah malaikat Jibril, datang mengajarkan Agama Islam kepadamu” (HR. Muslim).
Demikian Malaikat Jibril AS mengajarkan ummat manusia tentang Islam melalui dialog dengan Rasulullah Muhammad SAW yang didengarkan oleh Umar bin Khatab dan sahabat yang lain. Malaikat mengajarkan tentang keimanan; kepada siapa saja kita beriman dan apa saja yang wajib kita imani.  Iman yang pertama ialah Iman kepada Allah yang maha Kuasa lalu kepada Malaikat sebagai “Pembantu” Allah menjalankan sunatullah – peredaran matahari dan planet lain, mengatur siang dan malam, mengatur rezeki, hujan, panas, dingin dan sebagainya yang terjadi dimukan bumi, juga percaya kepada para nabi dan Rasul – manusia yang dipilih oleh Allah untuk mengembang tugas membawa Risalah Agama Allah yang disampaikan kepada manusia. Setiap satu kaum di satu zaman diutus seorang rasul sebagai pemberi peringatan bagi kaum tersebut. Sejak zaman Nabi Adam AS smpai dengan Nabi penutup Rasulullah Muhammad SAW.
Disamping itu juga manusia harus meyakini adanya kitab-kitab Allah (kitab suci) yang diturunkan kepada suatu kaum melalui nabinya sebagai pedoman aturan hidup beragama, juga percaya akan datang hari kemudian, hari akhirat, hari pembalasan, hari persiadangan bagi ummat manusia untuk mempertanggungjawabkan segala seuatu yang telah dikerjakan dunia, baik amal buruk maupun amal kebajikan. Terakhir manusia harus mempercayai adanya takdir, apakah baik bagi manusia atau buruk yang di terima semua itulah adalah kehendak Yang maha Kuasa, yang Maha Penentu, yang Maha Bijak dan yang Maha mengetahui atas segala sesuatu.
Selain tentang  keimanan Malaikat Jibril juga mengajarkan tentang ajaran menjalankan syariat agama, melakukan ibadah-ibadah yang menjadi dasar agama Islam seperti mengucapkan dua kalimat Syahadat, mendirikan shalat, berzakat, berpuasa di bulan Ramadhan serta menunaikan ibadah haji ke Baitullah di Makkah. Ibadah-ibadah ini sebagai bukti keimanan yang dituangkan dalam bentuk kegaiatan fisik yang syarat, waktu dan tempat telah ditentukan oleh Allah SWT.
Jibril juga mengajarkan tentang ihsan. Bagaimana manusia tetap percaya kepada Allah sebagai Tuhan yang selalu mengasihi dan mengawasi sepak terjang manusia. Manusia harus yakin walaupun dia sendiri tidak dapat melihat Allah dengan mata fisik namun hakekat Allah dapat terlihat oleh mata bathinnya. Lebih lanjut tentang iman, islam dan ihsan akan dibahas lebih rinci pada bahasan berikutnya.

soal
1. apa kitab agama islam ?
2.siapa nabi yang menerima al - qur'an ?
3. untuk apa nabi muhammad diutus ke muka bumi ?

mari belajar agama islam



 Kompetensi Dasar : Memahani iman serta penyebab tambahnya dan berkurangnya iman
 
Materi Pokok        : Iman

Uraian Materi

Pengertian Iman
iman menurut bahasa adalah kepercayaan atau keyakinan
sedangkan menurut istilah adalah :
kepercayaan atau keyakinan yang meresap kedalam hati,
 keimanan seseorang dapat di ukur dengan amal ibadahnya, sampai sejauh mada dia melaksanakn hukum-hukum allah  yang telah disyariatka dalam islam.

poinya adalah :
  1. Ikrar dengan hati.
  2. Pengucapan dengan lisan.
  3. Pengamalan dengan anggota badan

    Allah Berfirman: Tidak Ku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah.
Jika keadaannya demikian, maka iman itu akan bisa bertambah atau bisa saja berkurang. Lagi pula nilai ikrar itu tidak selalu sama. Ikrar atau pernyataan karena memperoleh satu berita, tidak sama dengan jika langsung melihat persoalan dengan kepala mata sendiri. Pernyataan karena memperoleh berita dari satu orang tentu berbeda dari pernyataan dengan memperoleh berita dari dua orang. Demikian seterusnya. Oleh karena itu, Ibrahim 'Alaihis Sallam pernah berkata seperti yang dicantumkan oleh Allah dalam Al-Qur'an.
"Ya Rabbku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang yang mati. Allah berfirman : 'Apakah kamu belum percaya'. Ibrahim menjawab : 'Saya telah percaya, akan tetapi agar bertambah tetap hati saya". (Al-Baqarah : 260)
Iman akan bertambah tergantung pada pengikraran hati, ketenangan dan kemantapannya. Manusia akan mendapatkan hal itu dari dirinya sendiri, maka ketika menghadiri majlis dzikir dan mendengarkan nasehat didalamnya, disebutkan pula perihal surga dan neraka ; maka imannya akan bertambah sehingga seakan-akan ia menyaksikannya dengan mata kepala. Namun ketika ia lengah dan meninggalkan majlis itu, maka bisa jadi keyakinan dalam hatinya akan berkurang.
Iman juga akan bertambah tergantung pada pengucapan, maka orang berdzikir sepuluh kali tentu berbeda dengan yang berdzikir seratus kali. Yang kedua tentu lebih banyak tambahannya.
Demikian halnya dengan orang yang beribadah secara sempurna tentunya akan lebih bertambah imannya ketimbang orang yang ibadahnya kurang.
Dalam hal amal perbuatan pun juga demikian, orang yang amalan dengan anggota badannya jauh lebih banyak daripada orang lain, maka ia akan lebih bertambah imannya daripada orang yang tidak melakukan perbuatan seperti dia.
Tentang bertambah atau berkurangnya iman, ini telah disebutkan di dalam Al-Qur'an maupun As-Sunnah. Allah Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab yakin dan supaya orang-orang yang beriman bertambah imannya". (Al-Mudatstsir : 31)
"Artinya : Dan apabila diturunkan suatu surat, maka diantara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata : 'Siapa di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini ?' Adapun orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir". (At-Taubah : 124-125)
Dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, pernah bersabda bahwa kaum wanita itu memiliki kekurangan dalam soal akal dan agamanya. Dengan demikian, maka jelaslah kiranya bahwa iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang.
Namun ada masalah yang penting, apa yang menyebabkan iman itu bisa bertambah ? Ada beberapa sebab, di antaranya:
  1. Mengenal Allah (Ma'rifatullah) dengan nama-nama (asma') dan sifat-sifat-Nya. Setiap kali marifatullahnya seseorang itu bertambah, maka tak diragukan lagi imannya akan bertambah pula. Oleh karena itu para ahli ilmu yang mengetahui benar-benar tentang asma' Allah dan sifat-sifat-Nya lebih kuat imannya daripada yang lain.
  2. Memperlihatkan ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) Allah yang berupa ayat-ayat kauniyah maupun syar'iyah. Seseorang jika mau memperhatikan dan merenungkan ayat-ayat kauniyah Allah, yaitu seluruh ciptaan-Nya, maka imannya akan bertambah. Allah Ta'ala berfirman. Artinya : "Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan" (Adz-Dzariyat : 20-21). Ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa jika manusia mau memperhatikan dan merenungkan alam ini, maka imannya akan semakin bertambah.
  3. Banyak melaksanakan ketaatan. Seseorang yang mau menambah ketaatannya, maka akan bertambah pula imannya, apakah ketaatan itu berupa qauliyah maupun fi'liyah. Berdzikir -umpamanya- akan menambah keimanan secara kuantitas dan kualitas. Demikian juga shalat, puasa dan haji akan menambah keimanan secara kuantitas maupun kualitas.
Adapun penyebab berkurangnya iman adalah kebalikan daripada penyebab bertambahnya iman, yaitu:
  1. Jahil terhadap asma' Allah dan sifat-sifat-Nya. Ini akan menyebabkan berkurangnya iman. Karena, apabila mari'fatullah seseorang tentang asma' dan sifat-sifat-Nya itu berkurang, tentu akan berkurang juga imannya.
  2. Berpaling dari tafakkur mengenai ayat-ayat Allah yang kauniyah maupun syar'iyah. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya iman, atau paling tidak membuat keimanan seseorang menjadi statis tidak pernah berkembang.
  3. Berbuat maksiat. Kemaksiatan memiliki pengaruh yang besar terhadap hati dan keimanan seseorang. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda : "Tidaklah seseorang itu berbuat zina ketika melakukannnya sedang ia dalam keadaan beriman". (Al-Hadits)
  4. Meninggalkan ketaatan. Meninggalkan keta'atan akan menyebabkan berkurangnya keimanan. Jika ketaatan itu berupa kewajiban lalu ditinggalkannya tanpa udzur, maka ini merupakan kekurangan yang dicela dan dikenai sanksi. Namun jika ketaatan itu bukan merupakan kewajiban, atau berupa kewajiban namun ditinggalkannya dengan udzur (alasan), maka ini juga merupakan kekurangan, namun tidak dicela. Karena itulah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menilai kaum wanita sebagai manusia yang kurang akal dan kurang agamanya. Alasan kurang agamanya adalah karena jika ia sedang haid tidak melakukan shalat dan puasa. Namun ia tidak dicela karena meninggalkan shalat dan puasa itu ketika sedang haid, bahkan memang diperintahkan meninggalkannya. Akan tetapi jika hal ini dilakukan oleh kaum laki-laki, maka jelas akan mengurangi keimanannya dari sisi yang satu ini. 
Tugas
Jawablah pertanyaan- pertanyaan dibawah ini dengan jawaban yang paling benar ! 
1. Apa pengertian iman?
2. Apa yang menyebabkan iman bertambah dan berkurang ?
3. Sebutkan Surat yang menjelaskan tentang bertambah dan berkurangnya  iman seseorang ! 
4. Carilah hadis yang berhubungan dengan iman !
5. Berilah contoh perbuatan yang menendakan orang ituberiman !

Selasa, 10 Januari 2012

pembaharuan umat islam melalui pendidikan

       Pembaharuan umat islam melalui pendidikan, diawali dengan pendidikan umat islam yang mengalami proses perkembangan dan pembaharuan secara terus menerus, mulai dari awal islam, sampai sekarang dan seterusnya. pembaharuan umat islam sesungguhnya dapat mengambil berbagai corak tergantung pada masing-masing modernis dalam melilih jalan.

      Berbagai contoh yaitu: jalan tasawuf atau sufi yang dipilih al-Ghazali(1058-1111 M), ada yang memilih dengan usaha membangkitkan ijtihad umat islam seperti Ibn Taimiyah (1263-1328 M) ada yang senang membersihkan dan memurnikan aqidah islam Ibn Abdul Wahab, dan masih banyak yang lain.

      Reformasi  dan reekontruksi sebagai instrument yang kuat untuk membentuk pikiran hanyalah melalui pendidikan. akan tetapi pendidikan islam tidak sekedar dipahami sebagai perlengkapan dan peralatan fisik pengajaran  seperti buku-buku yang diajarkan atauopun struktur eksternal pendidikan, namun melainkan juga sebagai "intelektualisme islam"
     

Filsafat Ketuhanan dalam Islam

 Filsafat Ketuhanan Islam
       Keimanan dalam islam merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara intensif. Keimanan kepada Allah SWT, kecintaan, pengharapan, ikhlas, kekhawatiran, tidak dalam ridhaNya, tawaakal nilai yang harus ditumbuhkan secara subur dalam pribadi muslimyang tidak terpisah dengan aspek pokok ajaran yang lain dalam Islam.

       Ketaatan merupakan  karunia yang sangat besar bagi muslim dan sebagian orang yang menyebut kecerdasan spiritul yang ditindak lanjuti dengan kecerdasan sosial. Inti ketataatan tidak dinilai menurut allah SWT, bila tidak ada nilai pada aspek sosial.

        Muslim yang baik memiliki kecerdasani ntelektual serta kecerdasan spiritual (QS. Au Imron 190 - 191) sehingga sikap keberagamaannya tidak hanya tidak pada ranah emosi tetapi didukung kecerdasan pikir ulul albab. Terpadunya dua hal tersebut Insya Allah menuju dan berada pada agama yang fitrah. (QS Ar Rum 30).